Seleksi Kelapa Sawit Unggul
I.PERMASALAHAN
Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup penting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Komoditas kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil olahannya, menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar bagi Indonesia setelah karet dan kopi.
Salah satu hambatan untuk meningkatkan produksi kelapa sawit adalah adanya gangguan penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh fungi Ganoderma spp. (Basidiomycetes). Ganoderma adalah jamur yang menyebabkan penyakit busuk akar (basal stem rot). Infeksi dan penularan penyakit pada umumnya terjadi melalui kontak akar atau bagian pangkal batang dengan sumber inokulum di dalam tanah (Darmono, 1996). Pada umumnya gejala penyakit ini pada kelapa sawit atau tanaman lainnya sulit diketahui secara dini dan serangannya baru terlihat ketika tanaman hampir mati dikarenakan setelah infeksi, perkembangan serangan penyakit pada jaringan tanaman terjadi relatif lambat yaitu 6-12 bulan (Darmono,1996). Penyakit BPB menyebabkan kerugian besar pada perkebunan kelapa sawit Indonesia, dimana tingkat kematian tanaman akibat serangan penyakit ini dapat mencapai 50% atau lebih (Turner, 1981 dalam Darmono, 1996). Gejala luar awal serangan penyakit sulit dideteksi sehingga penanganannya sulit dilakukan. Tanaman yang sakit mengalami pembusukan pada jaringan dalam pangkal batangnya, sehingga dapat mengakibatkan tanaman mati atau tumbang sebelum waktunya.
Salah satu upaya yang dianggap paling ideal dalam usaha penanggulangan penyakit adalah melalui pemuliaan tanaman sehingga diperoleh tanaman yang tahan. Jika pemuliaan tanaman harus dilakukan secara konvensional, kendala yang dihadapi adalah siklus pemuliaan yang panjang karena merupakan tanaman tahunan. Di samping itu tanaman kelapa sawit yang ada di Indonesia memiliki latar belakang genetik yang sempit. Kegiatan awal pemuliaan adalah mencari tanaman yang bisa digunakan sebagai breeding materials baik untuk bahan tetua persilangan atau sebagai populasi dasar. Hal ini berkaitan erat dengan keragaman atau variabilitas material tersebut. Oleh karena itu perlu dikembangkan teknik deteksi dini dan pencarian varietas tahan melalui seleksi.
Oleh karena itu, perlu adanya pemecahan masalah terhadap kendala awal yang dihadapi tersebut.
II.PEMECAHAN MASALAH
Seleksi sebagai langkah awal dari pemuliaan, dilakukan untuk mendapatkan suatu populasi dasar atau tetua sebagai bahan persilangan yang nantinya akan diteruskan dengan tahap-tahap lainnya, sampai mendapatkan varietas yang tahan.
Untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap serangan Ganoderma dari banyak populasi plasma nutfah dilakukan dengan seleksi. Cara seleksi antara lain secara konvensional maupun menggunakan bioteknologi.
3.1 Seleksi Konvensional Dengan Cara Pengamatan pada Beberapa Petak Percobaan yang Telah Terserang Ganoderma
Cara yang mudah adalah membiarkan adanya serangan pada kelapa sawit di lahan, kemudian memilih pohon induk. Pohon induk yang terpilih adalah pohon sehat, yang sekelilingnya telah terserang Ganoderma. Dari beberapa tanaman yang terserang didapatkan derajat toleransi yang berbeda-beda.. Perbedaan tersebut perlu diteliti apakah tanaman tersebut memang memiliki gen ketahanan atau karena tidak terserang. Deteksi dini dan Analisis ketahanan pada waktu seleksi di lapang, bisa dilakukan dengan membongkar kemudian membelah secara membujur pada jaringan yang terserang. Dengan membandingkan aktivitas beberapa protein yang berhubungan dengan patogenitas (pathogenicity related proteins), dapat diketahui bahwa aktivitas enzim glucanase dan chitinase meningkat pada jaringan yang sehat di dekat jaringan yang berbatasan dengan jaringan yang diserang patogen. Kedua enzim tersebut dapat menghancurkan glucan dan chitin yang merupakan komponen utama dari dinding sel fungi.
Ginting, Fatmawati dan Hutomo (1993) dalam penelitiannya telah ditemukan pohon yang sehat. Hal ini mengindikasikan derajat toleransi tanaman terhadap penyakit ini berbeda-beda. Pada percobaan didapatkan beberapa pohon yang sehat dan diduga pohon-pohon ini mempunyai derajat toleransi yang tinggi sehingga dapat terhindar dari serangan Ganoderma. Tentunya kalaupun ada tanaman yang tahan, namun ketahanannya terhadap beberapa isolat Ganoderma belum teruji. Dan disebutkan bahwa derajat toleransi tersebut ada hubungannya dengan sifat genetik tanaman.
Tanaman sehat tersebut kemudian diperbanyak melalui teknik kultur jaringan. Tingkat keberhasilan tiap tanaman membentuk kalus bergantung pada individu asal tanaman, tingkat umur, posisi explant serta konsentrasi fitohormon. Dari plantlet yang didapat masih perlu diuji lagi derajat toleransinya terhadap Ganoderma.
3.2 Teknik Penanda Molekuler sebagai Perangkat Diagnostik
Dalam usaha membantu memperpendek siklus seleksi diatas untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap serangan Ganoderma, identifikasi penanda molekuler perlu dilakukan. Yang dimaksud dengan penanda molekuler di sini adalah pita DNA produk RAPD atau restriction fragment length polymorphism (RFLP) yang keberadaannya bertautan dengan gen ketahanan.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, identifikasi penanda molekuler dilakukan dengan teknik differential display reverse transcriptase-polymerase chain reaction (DDRT-PCR) (McClelland et al., 1995 dalam Darmono, 1996). Teknik ini pada prinsipnya adalah membandingkan keberadaan produk amplifikasi hibrid messenger RNA dan DNA komplementernya (mRNA-cDNA hybrid) pada dua atau lebih jenis jaringan yang berbeda kondisinya. Dengan teknik tersebut,penanda molekuler akan diidentifikasi melalui pengisolasian messenger RNA (mRNA) yang secara spesifik diekspresikan sebagai respon terhadap infeksi yang ada.
Ginting et. al. (1993) dalam laporan penelitiannya menyebutkan bahwa telah ditemukan pohon induk kelapa sawit yang tahan terhadap serangan Ganoderma di Blok 39,Afd. I, Kebun Tinjowan. Hal ini membuka peluang untuk memindahkan sifat tahan tersebut kepada keturunannya melalui persilangan. Akan tetapi marker DNA dari sifat ketahanan tersebut belum ditemukan sampai saat ini. Sehingga sifat perwarisannya perlu diteliti lebih jauh lagi.
III.KESIMPULAN
Salah satu upaya yang dianggap paling ideal dalam usaha penanggulangan penyakit yang diakibatkan jamur Ganoderma pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) adalah melalui pemuliaan tanaman sehingga diperoleh tanaman yang tahan. Salah satu upaya awal untuk mendapatkan tanaman kelapa sawit adalah melalui seleksi baik secara konvensional maupun dengan teknik differential display reverse transcriptase-polymerase chain reaction (DDRT-PCR). Dengan penanda molekuler tersebut diharapkan dapat dengan cepat mengidentifikasi klon yang tahan terhadap Ganoderma.
Percobaan pada Tetua Dura pada Kebun Tinjowan mendapatkan pohon induk yang tahan terhadap Ganoderma. Derajat ketahanan tersebut ada kaitannya dengan sifat genetik dari tanaman tersebut. Walaupun belum didapatkan markernya.
IV.SARAN
Penelitian lebih lanjut mengenai genetic marker, pola pewarisan sifat maupun langkah-langkah pemuliaan lebih lanjut perlu untuk tetap diupayakan. Hal ini dikarenakan kelapa sawit sebagai penyumbang devisa yang besar terhadap negara.
DAFTAR PUSTAKA
Admaja, Adi. 2001. Laporan Praktek Kerja lapang. Teknik Budidaya Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) di Desa Jatikerto Malang. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Darmono. 1996. Pendekatan Bioteknologi untuk Mengatasi Masalah Penyakit Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit Akibat Serangan Ganoderma. Warta Puslit. Biotek Perkebunan,1,17-25
Ginting, Fatmawati dan Hutomo. 1993. Perbanyakan Pohon Induk Dura yang Diduga Toleran Terhadap Ganoderma Melalui Teknik Kultur Jaringan. I. Penelitian Pendahuluan. Berita Pusat Penelitian Kelapa Sawit 1(1):21-25
Hardjowigeno. 1987. Ilmu Tanah. Medya Sarana Perkasa. Bogor. Hal 14-21
Samosir dan Ginting. 1996. Perkembangan Teknik Kultur Jaringan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Warta Puslit. Kelapa Sawit 4(2):53-59
Sastrosayono. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment