About my Blog

But I must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising pain was born and I will give you a complete account of the system, and expound the actual teachings of the great explorer of the truth, the master-builder of human happiness. No one rejects, dislikes, or avoids pleasure itself, because it is pleasure, but because those who do not know how to pursue pleasure rationally encounter consequences that are extremely painful. Nor again is there anyone who loves or pursues or desires to obtain pain

Budidaya Ketela di Peniwen, Malang

I.IDENTIFIKASI MASALAH

Pertumbuhan dan perkembangan hidup dari suatu tanaman ditentukan oleh banyak faktor. Beberapa faktor penting dalam kegiatan budidaya bisa berasal dari dalam atau luar tanaman itu. Baik unsur hara, tanah, iklim, suhu dan faktor lingkungan lainnya, sarana produksi maupun juga faktor genetis.
Benih sebagai awal dari kehidupan tanaman, dasar bagi kehidupan dan pembawa informasi genetik, mempunyai peranan penting dalam kehidupan tanaman. Sehingga dapat diajukan alasan yang kuat bahwa majunya pertanian berpangkal pada benih yang baik, baik dari aspek fisiologis, fisik maupun genetis.
Desa Peniwen yang terletak di Kecamatan Kromengan Kabupaten Malang. Dengan kondisi daerah pegunungan yang beriklim kering pada musim kemarau, ditunjang kondisi tanah berdebu dan berpasir kurang cocok untuk ditanami tanaman serealia terutama padi. Sehingga masyarakat petani banyak yang memilih tanaman ketela pohon (Manihot esculenta / Manihot utilissima). Selain karena faktor di atas, hal ini juga didukung oleh adanya pabrik ketela pohon yang lokasinya dekat sehingga memudahkan petani untuk memasarkan hasil taninya.
Selama pelaksanaan PMM (Pengabdian Mahasiswa pada Masyarakat) dapat dianalisa bahwa alasan pemilihan komoditi, khususnya ketela pohon oleh masyarakat Peniwen, didasarkan pada beberapa hal. Antara lain :
1.Kondisi agroklimatologi yang kering.
2.Kondisi fisik tanah yang porous dan kurang bisa menyimpan air tanah.
3.Penguasaan lahan yang sempit.
4.Luasnya lahan pekarangan rumah dan tegalan yang dekat dengan tempat tinggal.
5.Adanya kepastian pemasaran hasil tani, sehingga tidak menunggu lama untuk memperoleh uang tunai (lokasi pabrik yang dekat).
6.Pengelolaan tanaman yang mudah (tidak memerlukan pemupukan yang bermacam-macam dan tidak pernah terserang penyakit yang berarti).
7.Pengelolaan yang turun-menurun (tidak harus susah payah untuk belajar ilmu budidaya baru).
II.PERINGKAT MASALAH

Berdasarkan dari pernyataan sebelumnya dan pengamatan selama PMM berlangsung, banyak permasalahan yang dihadapi oleh petani. Berikut disajikan beberapa permasalahan dengan urutan peringkat tertinggi ke terendah berdasarkan analisa secara keseluruhan baik dari segi pertanian, sosial budaya dan juga psikologisnya.
1.Modal / financial.
2.Kemampuan manajerial.
3.Harga pupuk anorganik yang mahal.
4.Budaya tani yang turun menurun dan sulit diubah, terutama budaya yang tidak efektif dan efisien.
5.Penguasaan lahan yang sempit.
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahwa kemampuan ekonomi masyarakat kita terutama msyarakat tani di pedesaan masih rendah. Walaupun hal ini tidak seluruhnya benar. Petani di desa biasanya memiliki tabungan dalam bentuk tanah atau pun hewan ternak. Dan ketersediaan modal atau yang lebih tepatnya lagi ketersediaan uang tunai sangat kecil. Sehingga petani yang harus menghidupi dirinya sendiri dan juga anggota keluarga yang lain, akan berfikir seribu kali jika dihadapkan pada masalah kebutuhan belanja tiap hari, anaknya yang butuh biaya untuk sekolah, biaya kesehatan dan kebutuhan untuk jagong (bertamu) pada acara resepsi tetangga yang biasanya mengeluarkan uang yang tidak sedikit.
Oleh karena itu tidak sedikit yang memilih yang praktis dan ekonomis menurut pikiran mereka. Antara lain, mereka akan lebih memilih untuk membiayai anaknya yang sekolah daripada untuk membeli pupuk yang mahal dan belum tentu setiap saat tersedia, lebih memilih tanaman yang sudah pasti menghasilkan uang daripada yang belum tentu laku di pasar, lahan yang sempit lebih baik diusahakan untuk tanaman yang benar-benar sudah dapat dipastikan hasilnya, sehingga enggan mencoba tanaman baru yang belum tentu cocok dengan kondisi di Desa Peniwen tersebut.
III. IDENTIFIKASI PENYEBAB MASALAH

Dari banyak masalah dan penyebab masalah di Desa Peniwen yang akan diangkat adalah tentang mutu benih tanaman ketela pohon yang banyak dibudidayakan oleh petani setempat. Sebagai alasan dapat dikemukakan bahwa segenap usaha untuk memajukan bidang pertanian berpangkal pada benih yang baik. Aspek-aspek teknologi benih tumbuh dari berbagai cabang ilmu seperti Embryologi, Genetika sampai masalah teknis seperti penciptaan alat produksi benih, kultur teknis, agrnomis bahkan masalah sosial (Djatiwalujo, 1999).
Tanaman ketela pohon (Manihot esculenta / Manihot utilissima) atau masyarakat Peniwen biasa menyebut dengan sepe, biasa ditanam pada bulan Oktober sampai Desember dan bisa dipanen 8 – 9 bulan setelahnya. Pada awal penanaman, ketela pohon ditumpang sarikan dengan jagung atau kacang tanah. Pemupukan dengan urea dilakukan 3 bulan setelah tanam dan begitu seterusnya setiap 3 bulan sekali, bahkan ada pula yang hanya memberi tambahan pupuk kandang yang dicampurkan dengan tanah olah + 1 bulan sebelum tanam. Hal ini tidak begitu menjadi masalah karena pemupukan hanya dilakukan bila tanah tidak mampu atau kurang dalam penyediaan unsur hara dan diberikan tidak secara berlebihan sehingga merusak tanaman dan tanah.
Bibit untuk penanaman selanjutnya diperoleh petani dari tanaman terdahulu yang merupakan sisa panen. Pohon ketela tersebut ada yang dibawa pulang untuk disimpan di sekitar rumah ada juga yang ditaruh begitu saja di lahan untuk menunggu digunakan sebagai bibit stek.
Menurut Sugito, 1990 bahwa produktivitas tanaman ketela pohon sebesar 50 ton/ha/9 bulan, tetapi kenyataan yang ada di Indonesia produktivitasnya tidak lebih dari seperlimanya atau sekitar 10 ton/hektar. Dari hasil wawancara dengan salah satu petani bahwa sekali panen bisa menghasilkan uang Rp. 500.000.00. Bila harga di tingkat petani biasanya berkisar Rp. 1300.00/Kg, jika petani memiliki ¼ hektar tegal maka produktivitasnya adalah + 1,7 Ton/hektar. Jumlah yang sangat signifikan atau sangat jauh berbeda dengan hasil penelitian.

Rendahnya hasil panen bisa dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
1.Kualitas tanah yang sudah menurun.
2.Pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang tidak optimal.
3.Rendahnya mutu benih akibat faktor fisik, fisiologis dan genetis.


IV. ANALISIS HUBUNGAN ANTARA MASALAH DENGAN
PENYEBAB MASALAH

Hasil panen yang begitu rendah di Desa Peniwen disebabkan oleh beberapa faktor yang sudah disebutkan dalam uraian sebelumnya. Dari sini marilah kita tinjau hubungan antara masalah rendahnya produktivitas tanaman ketela pohon dengan dugaan beberapa penyebabnya.
Sutopo, 2002 menyebutkan bahwa mutu benih suatu tanaman ada 3 yaitu mutu fisik, mutu fisiologis dan mutu genetis. Petani biasa menyimpan pohon tanaman ketela pohon yang digunakan untuk bibit pada pertanaman berikutnya di sekitar rumah. Ada yang disandarkan begitu saja ke tembok, ke ranting pohon, digantung di ranting pohon, digeletakkan di tritis / disamping rumah, di kandang dan digeletakkan di kebun dengan ditutupi seresah daun, bahkan ada yang dibiarkan di alam terbuka. Secara fisik apabila penyimpanan cukup lama dalam cuaca kering akan merusakkan batang. Batang akan menjadi kering karena hidrolisis, maka mutu fisik akan menurun.
Menurunnya mutu fisik akan mempengaruhi mutu fisiologisnya. Untuk dapat bermetabolisme secara normal tanaman membutuhkan substrat dan air. Jika jumlah air dalam sel berkurang akibat transpirasi sedangkan tanaman juga melakukan respirasi yang merombak substrat yang masih tersimpan di sel, dan proses respirasipun juga membutuhkan air maka laju kerusakan sel akan semakin cepat. Hal ini akan mengakibatkan cekaman pada bibit. Akibat cekaman tersebut proses metabolisme tidak berjalan sebagaimana mestinya dan cekaman tersebut akan terekam dan dapat mempengaruhi genetis dari suatu sel yang nantinya akan diekspresikan bila tanaman tumbuh dan berkembang.
Adanya cekaman dalam jangka waktu yang lama akibat perlakuan selama penyimpanan bibit, pada saat budidaya (kekeringan, unsur hara, salinitas dan lain-lain) dan adanya radiasi alami akan mempengaruhi susunan genetis dari tanaman mulai dari tingkat gen, genom dan kromosom. Perubahan tersebut akan menyebabkan keragaman sifat dari keteurunan-keturunannya, apalagi dalam satu batang bisa didapatkan banyak bahan stek. Keragaman adalah bahan dasar bagi proses pemuliaan. Akan tetapi biasanya perbedaan genetik yang diakibatkan oleh proses mutasi akan menghasilkan keturunan yang resesif.
Sehingga dapatlah diajukan suatu hipotesa bahwa rendahnya panen tanaman ketela pohon karena segregasi genetis yang menuju arah resesif dan faktor lain seperti menurunnya mutu kualitatif dan kuantitatif tanah dan faktor iklim yang berubah.


V.ALTERNATIF SOLUSI

Dari identifikasi permasalahan, penyebab masalah dan analisis hubungannya maka dapat ditawarkan beberapa solusi yang sesuai dengan pertimbangan aplikatif, profitabel, kompatibel, efektif, minim resiko dan keuntungan lainnya.
1.Manajemen pembibitan dan produksi benih, dari mulai pemilihan bibit, kejelasan mutu benih, kejelasan asal dan sertifikasi yang jelas hingga akhirnya penyimpanan untuk dipakai kembali sebagai bibit perlu ditingkatkan. Peningkatan tersebut dilakukan dengan memberi pengertian bahwa ada perlakuan yang seharusnya dihindari dan sebaiknya dilaksanakan agar mutu benih tetap baik.
2.Memperbaiki kualitas fisik tanah, yaitu dengan pemakaian sistim pertanian organik yang diimbangi dengan teknologi maju pemupukan, pemberantasan hama secara terpadu. Karena secara langsung kita tidak bisa meninggalkan pertanian intensif yang sudah biasa kita lakukan.
3.Penggunaan bibit bermutu, baik dan bersertifikat yang digunakan untuk mengganti benih lama yang sudah turun hasilnya atau telah bersegregasi secara berkala, sehingga hasil panen akan stabil bahkan dapat meningkat kualitas, kuantitas maupun ketahanannya terhadap hama tau penyakit tertentu seharusnya dilakukan. Contoh bibit Ubi Kayu yang unggul menurut Departemen Pertanian ialah Adira 1, Adira 2, Adira 4, Malang 1 dan Malang 2.
Sehingga diharapkan walaupun dengan keadaan alam, teknik dan sumber daya lain yang seadanya akan dapat dioptimalkan kemampuan dari sumberdaya tersebut untuk menaikkan taraf hidup dan kesejahteraan petani kita.
Walaupun program diatas belum sepenuhnya dapat diaplikasikan akan tetapi sumbangan pemikiran dari berbagai pihak yang peduli semoga dapat membangkitkan kondisi pertanian Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Djatiwalujo, S. 1999. Manajemen Pembibitan dan Produksi Benih. Fakultas Pertanian UniBraw. Malang.


Kasim, H. dan Djunainah. 1993. Deskripsi Varietas Unggul Palawija. Balitbang Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.


Mangoenndidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.


Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU IPB. Bogor.


Sugito, Y. 1990. Metodologi Penelitian Agronomi. Fakultas Pertanian UniBraw. Malang.


Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Rajawali Press. Jakarta.

0 komentar: