About my Blog

But I must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising pain was born and I will give you a complete account of the system, and expound the actual teachings of the great explorer of the truth, the master-builder of human happiness. No one rejects, dislikes, or avoids pleasure itself, because it is pleasure, but because those who do not know how to pursue pleasure rationally encounter consequences that are extremely painful. Nor again is there anyone who loves or pursues or desires to obtain pain

MEMBANGUN PARADIGMA MAHASISWA MUHAMMADIYAH yang KRITIS dan BERADAB GUNA MEWUJUDKAN KECERDASAN INTELEKTUAL DAN RELIGIUSITAS

I.PENDAHULUAN
Mahasiswa sebagai salah satu sumber daya manusia Indonesia yang terbesar dan paling potensial, mempunyai tugas sebagai “Agent of Change”. Baik bagi dirinya sendiri, keluarga, lingkungan sekitar, masyarakat dan negara dan bangsanya. Tentunya untuk mewujudkan peran tersebut tidak sesederhana membalikkan telapak tangan. Tidak seinstan yang kita bayangkan.
Kampus, Universitas, Institut atau apalah namanya, mempunyai banyak kewajiban sosial. Kewajiban itu adalah sebagai tempat berkumpulnya dan terciptanya ide-ide baru dalam perkembangan peradaban bangsa dan negara. Dan tugas utamanya tentu untuk mendidik anak bangsa agar menjadi insan yang berguna, beradab dan bermartabat tinggi melalui proses yang panjang.
Maraknya demoralisasi budaya bangsa yang luhur, menuntut mahasiswa untuk menjalankan perannya di masyarakat. Sebagai masyarakat yang kritis dan beradab tentunya setiap tindakan pasti diawali dengan pemikiran.

II.PEMBAHASAN
Kita sebagai mahasiswa dituntut untuk kritis terhadap segala situasi yang ada di sekitarnya, terlebih kritis terhadap diri mahasiswa sendiri. Karena dengan kekritisan berpikir tersebut maka mahasiswa akan terbuka wacananya, akan tergerak hatinya dan akhirnya akan tergerak untuk menjalankan perannya di masyarakat. Mahasiswa jangan sampai hanya terpaku pada rutinitas perkuliahan saja, akan tetapi mahasiswa harus juga tahu posisinya di masyarakat atas segala kondisi yang terjadi, sehingga tidak dicap sebagai orang yang pintar saja. Akan tetapi mahasiswa sebagai kelompok intelek harus menjadi orang yang cerdas dan mampu bersosial, sebagaimana kodrat manusia sebagai Homo Homoni Lopus.
Kodrat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah dan khalifah di bumi ini juga perlu mahasiswa kritisi, apakah mahasiswa sudah mengetahui apa tujuan dari penciptaannya, apa gunanya dilahirkan di Indonesia, apa gunanya menjadi mahasiswa, apa gunanya sebagai bagian dari masyarakat, bahkan apa gunanya kita bagi diri kita sendiri. Semua itu perlu kita renungkan agar kita sebagai mahasiswa bisa selalu dianamis terhadap keadaan yang sekarang terjadi tanpa melupakan jatidiri kita yang hakiki.
Contoh real (nyata) kekritisan mahasiswa bisa dilihat pada banyaknya demonstrasi pada era reformasi ini, yang puncaknya terjadi pada saat lengsernya rezim Soeharto. Contoh sederhana lain adalah adanya program PMM (KKN) yang menyentuh secara langsung lapisan masyarakat terbawah. Kritis terhadap lingkungan sekitar yaitu dengan cara sopan, ramah, ringan tangan dan mengenal tetangga sekitar kost adalah sikap kritis sangat sederhana yang mungkin seringkali terlupakan oleh mahasiswa, yang secara tidak sengaja terkondisi sebagai menara gading bagi masyarakat sekitarnya.
Sikap kritis yang tanpa dibarengi dengan akhlak yang baik akan menjurus kepada premanisme dan anarkisme. Bahkan seringkali sikap kritis yag umum kita lihat, yaitu demonstrasi, seringkali berakhir anarkis antara mahasiswa dan aparat kepolisian, akibat tidak adanya moral dan adab di kedua belah pihak. Bila kita mampu menahan emosi, berfikir secara jernih dan mengutamakan unsur musyawarah, Insya Allah semua akan terselesaikan secara baik.
Agama sebagai kontrol diri dari semua yang kita terima, kita olah di dalam otak dan hati dan akhirnya diwujudkan dalam setiap tindakan yang beradab tentunya, perlu ditumbuhkan kembali dalam setiap diri mahasiswa. Sekarang banyak kita dengar bahkan lihat sendiri disekitar, bagaimana pergaulan diantara mahasiswa dan mahasiswi yang sudah sedemikian bebasnya, membuat kita sendiri merenung. Akankah saya sebagai mahasiswa akan meniru hal-hal tersebut, akankah saya diam saja terhadap keadaan ini, dimana sikap kritis dan beradab yang saya (mahasiswa) miliki. Atau tidak usah jauh-jauh, apakah mahasiswa kenal tetangganya, bahkan membantu kegiatan sosial kemasyarakatan di kampung tempat kostnya berada, sangat jarang. Apakah kritis hanya kepada pemerintah saja, kepada tugas-tugas kuliah saja, lalu dimana sifat humanis kita. Diharapkan tujuan Hablum’minallah wa hablum’minannas akan terwujud. Karena tidak akan masuk surga orang yang rajin dan tekun beribadah, tetapi tidak baik terhadap tetangganya dan juga sebaliknya
Sebenarnya kalau kita runut, mahasiswa sendirilah yang seharusnya mengawali dari dirinya sendiri untuk membangun masyarakat madani yang kita impikan. Akan tetapi tanpa ada pengolah, penuntun dan penunjuk yang benar maka akan menjadi salah kaprah. Oleh karena itu, kampus sebagai institusi sosial perlu mendidik masyarakatnya yaitu mahasiswanya, agar masyarakat kita semakin berkembang daya berpikirnya, semakin baik akhlaknya dan semakin beradab moralnya..
Pendadaran dan pembentukan mahasiswa bisa dilakukan dari banyak hal, antara lain : melaui proses pengajaran, pendidikan, penteladanan atau mungkin peraturan yang mengikat. Mahasiswa yang nantinya diharapkan jika keluar lingkungan kampus bisa menjadi manusia yang memiliki kecerdasan intelektual, humanis dan religiusitas, akan menjadi terkondisi dengan keadaan, lingkungan dan pengaruh yang selalu baik bagi kehidupannya nanti, yang diharapkan akan bias ke masyarakat sekitar dimana mahasiswa tersebut berada.
Oleh karena itu perlu kita selami, apakah kampus sudah menjalankan peran tersebut, sudahkah terwujud suatu lingkungan internal kampus yang madaniyah, sejuk, harmonis bahkan Islami. Apakah kampus Muhammadiyah yang notabene kampus yang dibangun diatas pondasi Islamiyah sudah mewujudkan hal tersebut. Para civitas akademika dilingkungan kampus islami bisa memulai dengan hal yang sederhana, seperti : memulai kegiatan dengan ucapan bismillah, mengucap syukur alhamdulillah bila selesai, saling mengucapkan salam Assalamua’alaikum warohmatullahi’wabarokatuh bila bertemu. Mungkin jika kita mau sedikit untuk berfikir kritis, hal-hal sepele tersebut bisa menjadi tali pererat silaturrahmi, menciptakan lingkungan islami yang nyaman, yang akhirnya secara tidak langsung sifat dan sikap tidak baik akan terkikis sedikit demi sedikit dan akhirnya tumbuhlah akhlaqul karimah.

III.PENUTUP
Dari penjelasan panjang lebar diatas kita bisa mengambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1.Mahasiswa sebagai ”Agent of Change” dituntut untuk kritis atau membuka wacana pemikirannya, baik terhadap diri sendiri, keluarga, lingkungan sekitar bahkan terhadap masyarakat yang lebih luas lagi.
2.Sikap kritis perlu dibarengi dengan moral yang beradab, karena mahasiswa sebagai manusia yang terdidik tentunya memiliki daya nalar dan pemikiran yang lebih matang.
3.Kecerdasan intelektual merupakan persyaratan mutlak bagi mahasiswa, karena mahasiswa merupakan masyarakat yang telah melalui proses pendidikan yang lama.
4.Sifat dan sikap humanis perlu ditumbuh kembangkan kembali di jiwa mahasiswa yang sudah menjadi sedemikian individualis.
5.Agama sebagai kontrol bagi proses berfikir dan akhirnya diwujudkan menjadi tindakan, perlu ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari kampus, sehingga tercipta suasana islami di kampus, khususnya di kampus Universitas Muhammadiyah Malang.
6.Untuk membangun paradigma atau cara berpikir mahasiswa Muhammadiyah yang kritis dan beradab, guna mewujudkan kecerdasan intelektual, humanis dan religiusitas harus dilakukan secara comprehensif, tidak bisa dilakukan secara instan. Perlu waktu, proses, lingkungan dan semangat yang tinggi dari segenap Civitas Akademika Universitas Muhammadiyah Malang.

0 komentar: