About my Blog

But I must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising pain was born and I will give you a complete account of the system, and expound the actual teachings of the great explorer of the truth, the master-builder of human happiness. No one rejects, dislikes, or avoids pleasure itself, because it is pleasure, but because those who do not know how to pursue pleasure rationally encounter consequences that are extremely painful. Nor again is there anyone who loves or pursues or desires to obtain pain

Islam, jawa dan dunia takhayul


(orang Islam kok masih percaya tahayul??? Why????)
Bagi kita orang modern, sebagian dari kita akan menganggap bahwa tahayul, mistik, klenik atau apapun yang berbau magis akan terasa aneh menurut alam pikiran kita.
Orang jawa terutama yang akan dikaji adalah sebuah suku, kelompok, atau komunitas orang yang berbudaya sama pun tak lepas dari namanya mistik.
Kita mengenal sesaji yang dihaturkan ke punden, dilarung ke laut atau danau, bahkan yang paling terkenal adalah sekatenan pada bulan suro. Kenapa kah kita harus menampik kepercayaaan tersebut? Apakah kepercayaan tersebut syirik? Menjauhkan dari Allah. Belum tentu bahkan kepercayaan ini bisa membuka tabir kita selama ini bahwa ibadah kita, ke_abdillahan, kekalifahan kita di muka bumi daaan selama ini sungguh suatu yang sangat munafik di mata Allah dan makluknya yang lain.
Petama akan kita kaji dari mana asal muasal hal tersebut.
Di kalangan orang kebanyakan yang ada di dusun-dusun akrab dengan nama punden, kuburan keramat leluhur yng mereka jadikan tempat pemujaan dan sesembahan. Padahal hakikat dari pemujaan adalah bahwa benda itu merupakan sarana untuk mendekatkan pada sang tu atau to(Sunyoto, ) (Allah). Meskipun tunggal Tu sang Illahi memiliki dua sifat yang berbeda ibarat semua yng ada di dunia ini saling mempunyai pasangannya sendiri sendiri yang saling berkebalikan.
Sifat tu yang baik mendatangkan kebaikan, kemuliaan, kemakmuran dan keselamatan yang dikenal degan nama tu-han, sedang sifat yang tidak baik yang mendatagkan kejahatan, kehinaan, kenistaan, kesesatan dan keinasaan dikenal dengan nama han-tu.
Sehingga memuja yang esa, yang tak kasat mata: tu-han atau han-tu pada hkikatnya sama saja akan tetapi berbeda jalannya. Jika kita memuja sang hyang tunggal (tu-han) maka kita hanya melewati satu jalan yaitu monoteisme.
Sebaliknya jika memuja sang hyang manikmaya (han-tu) kita akan melewati jalan politeisme. Sehingga pada waktu dahulu kala sang nabi di bumi jawa yang bernama dang hyang semar juga mengajarkan nilai-nilai tauhid agama islam hanya saja berbeda namanya saja tetapi sama intinya menyembah Allah swt.
Memuja sang hyang taya melalui tu dilakukan dengan 2 cara.
Pertama, memuja sang hyang tunggal melalui sarana Bantu sesuatu ynga kasat mata seperti tu-buh dan wa-tu.
Kedua memuja sang hyang manikmaya (han-tu) melalui sarana Bantu seperti wa-tu, tu-gu, un-tu, pin-tu, tu-lang, tu-nggul, tu-mbak, tu-lup, tu-nggak, tu-rumbuhan(beringin), tu-ban, tu-k, to-peng, to-san, to-pong, to-parem, to-wok, to-ya, dengan sesaji berupa tu-mpeng, tu-d(bunga pisang), dan tu-mbu yang digunakan sebagai tempat sesaji. Dan hal tersebut diajarkan oleh sang togog.
Jika manusia yang telh patuh menjalankan pemujaan dan penyembahan baik melalui jalan pertama maupun kedua, baik melalui monoteis atau polities maka akan dilimpahi kekuatan, kekuasaangaib dari yng esa. Jika kekuatan atau keuasaan gaib itu bersifat memberkati, melindungi, mengayomi dan menyelamatkan disebut tu-ah sedang kebalikannya disebut ru-lah. Sehingga segala sesuatu yng berkaitan dengan mereka akan ditandai dengan kata pi, seperti pinakaulun, pi-dato, pi-harsa, pi-wulang, pi-tutur, pi-tuduh, pi-dana, pi-deksa, pi-andel, jam-pi, pi-kun. Dan mereka biasa disebut pi-nituha, pi-nituhu, dha-tu dan ra-tu. Sehingga kalangan awam masyarakat jawa meyakini bahwa mereka bisa dimintai pertolongan untuk menyelesaikan urusan dunia maupun ibadah.
Ssungguhnya kita juga sadar bahwa inti kita sholat dan berdoa adalah untuk memohon kepada-Nya. Para awam(tu-gul) biasanya memberikan persembahan sesaji melalui upacara pi-tapuja, sesaji berupa pi-nda, pi-nang, pi-tik, pi-ndodakakriya dan pi-sang. Maka tak heran rata-rata sesaji yangbiasanya dihaturkan dalam upacara di punden bahkan dalam acara kenduri di masjid, masjid dan surau yang masih memegang teguh akar budaya ada uga rampe seperi pi-tik dan pi-sang.
Dikisahkan pula bahwa terdapat 4 golongan pemuja ang yang taya Allah) yaitu
1. golongan tu-tug tyang tidak menggunakan wa-tu sebagi sarana.
2. Tu-hu sma seperti golongan tutug tetapi masih ada pamrih.
3. Tu-ngga yang menggunakan perantara wa-tu, masih terpengaruh pamrih baik dunia maupun akhirat sehingga disebut dha-tu atau ra-tu. Tu-ah dan tu-lah mereka tidak terlalu kuat dibandingkan para pi-nituhu (tu-tug), sehingga memerlukan sarana benda bertuah seperti wa-tu, tu-gu, un-tu, tu-lang, tu-lup, tu-mbak,tu-nggul, to-san, to-pong, to-peng dan to-wok.
4. Golongan keempat adalah tu-gul bodoh) yaitu kalangan kebanyakan menggunakan wa-tu, arwah pi-nituha, pi-nituhu, ra-tu dan dha-tu. Mereka hanya mendengar bahwa sang hyang taya (Allah) di dalam wa-tu, tu-gu, tu-mbak,to-san dn lainnya. Mereka yakin bahwa benda tersebut ber tu-ah dan ber-tulah dan terdapat makhluk halus yang bisa dimintai tolong. Demi memenuhi keiginannya mereka tidak hanya menyemba arwah sang ra-tu tetapi juga bersedia mengikuti ajaran to-gog (sang hyang manikmaya, han-tu). Dan ajaran to-gog inilah yang mengenal sesaji.
Ajran tu-mbal berupa manusaia muncul dari ajaran sang idajil(dajjal) guru sang kere(anak togog yang mengajarkan menyembah han-tu yang salah). Ajaran dajjal antara lain seperti orang yang kesurupan yang tidak sadar dan mengomel tidak karuan (budaya jaran kepang, reog dll.) sehingga lambat laun ajaran sang to-gog menjadi rancu dan menggunakan korban-korban tambahan berupa hewan maupun manusia.
Tu-mbal, tu-mpeng, tu-mbu ditambahi tu-ak dan dilakukan di tu-rumbuhan (pohon beringin besar yang biasa berada di punden) dan lain sebagainya. Dan di tempat tersebut diletakkan benda bertuah; tu-gu, tu-mbak dsb dan jumlahnya disesuaikan dengan hitungan tu-nggal dan pi-tu.
Ajaran dang hyang semar yang disebut kapitayan juga bercampur baur dengan ajaran dajjal, sehingga muncullah keterunannya yang meluruskan dan keturunannya terhenti karena akan datang ajaran baru yang lebih sempurna yaitu Islam yang dibawa nabi Muhammad Saw. Sehingga ajaran baru (islam ) akan tetap lestari apabila tidak bertentangan dengan ajaran kapitayan, sebab sejarah mencatat bahwa ajaran yang tidak sesuai karena ditolak oleh penghuni nusa jawa baik yang kasat mata maupun yang tak kasat mata.
(di sarikan dari Suluk Abdul Jalil Sang Pembaharu Buku 3 Karangan Agus Sunyoto)
Malang, 22 Januari 2005

0 komentar: