About my Blog

But I must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising pain was born and I will give you a complete account of the system, and expound the actual teachings of the great explorer of the truth, the master-builder of human happiness. No one rejects, dislikes, or avoids pleasure itself, because it is pleasure, but because those who do not know how to pursue pleasure rationally encounter consequences that are extremely painful. Nor again is there anyone who loves or pursues or desires to obtain pain

First Scorpio Riding Experience.

Dari kecil saya sudah memimpikan ingin punya motor 4 Tak, tapi bermerek Yamaha. Jujur saja , tahun 1980an, teknologi 4 tak di Indonesia masih kental dengan Honda dan Kawasaki.

Dus... di akhir tahun 2008 saya mendapat tawaran dari orang tua. Bukan tawaran nikah, tapi tawaran untuk dibelikan motor baru. Syarat saya waktu itu ada beberapa hal : 1. enak buat touring karena memang akan saya pakai kerja. 2. bisa dipakai ngebut dan 3. gak malu2in. Waktu itu ada beberapa pilihan Thunder 125, Mega Pro, GL Max, V-Ixion, Sypra X 125 dan Honda Tiger.

Jujur saya ngebet ama Honda Tiger, tapi kakak saya nyeletuk ”kenapa gak Scorpio saja?”. wow, motor apa pula itu? Akhirnya selidik punya selidik saya berkenalan dengan Scorpio. Oalah, tuh motor ternyata adalah motor yg sering dipakai Pak Polisi Patroli. Saya sebenarnya agak ragu, karena modelnya aneh. Tapi setelah beberapa hari hunting di bursa motor bekas (maklum dana ngepres) saya tergoda.. Tenaganya bo!!!! Kayak naek motor gede, gagah pisan euyy..

Dus.. akhirnya terpilihlah Yamaha Scorpio tahun 2005 warna Hitam dengan kondisi mulus.


Ada cerita menarik setelah ini. Om saya yg dr dulu maniak motor RX King, setelah tahu saya beli Scorpio, beliau juga ikutan beli 1 minggu kemudian.

Body yang terawat, tak menjamin juga tunggangan langsung bisa diajak jalan2. Namanya juga dr dl suka ngebut, ngeliat Scorpio yg ber cc 225 Cuma lari 80 kpj, bikin hati dongkol. Rombakan pada mesin langsung dilakukan. Paling hanya mengubah setelan dan mesin ditraining selama 1 minggu untuk ngebut, dipaksa sampai batas maksimal kecepatannya. Alhamdulilllah, si Pio dapat lulus Training.

Setelah siap, dan juga karena alasan pekerjaan. Sang Pio saya ajak Touring dari Pare ke Purwokerto (November 2008). Berangkat jam 1 siang setelah sholat dhuhur, Pio masi kewalahan mengalahkan Kaze 110. wedew, kok masi belum mau lari gini?? Tak apalah.

Menjelang magrib saya beristirahat di Mantingan, Ngawi. Rasa capek menghinggapi, pertama karena memang belum terbiasa sama beraatnya si Pio, yag kedua karena Riding Position yg salah. Baru nyadar bahwa stir sudah diganti milik sang Ninja. Jadinya tangan jadi pegel karena posisi duduk menunduk.
Setelah menikmati semangkuk soto ala Jateng , es teh, tahu dan selinting rokok di Ngawi, sy dan 2 teman saya melanjutkan menyeberang ke Sragen. Kita putuskan untuk menginap semalam di kost temen saya yg kebetulan memang mendapat Area Sragen.

Days 2 : pagi2 jam 5 perjalanan dimulai. Setelah ngebut selama 2 jam akhirnya kita sampai di jogja. Perut laper sudah melanda, so seperti biasa mampir dulu di rumah temen satu kantor yang rumahnya di daerah Godean. Asyik, dapet suguhan maem, bisa ngirit.hehehe.

Perjalanan dilanjutkan ke arah purwokerto. Tak banyak yang dapat dinikmati terutama setelah Buntu, Banyumas karena hari mulai gelap. Rasa kantuk terobati oleh pengatur lantas yg membawa obor di setiap tikungan yang berada di sekitar jalur prupuk. Jalur berkelok-kelok menjadi rawan apabila tidak ada Rambu. Sehingga masyarakat sekitar memberi petunjuk, dengan harapan para pengguna jalan mau melempar koin untuk ganti uang lelah mereka. Dus.. akhirnya jam 10 malem nyampai juga di tujuan, di rumah teman saya di daerah pasar Manis, Purwokerto.

2 komentar:

Deede said...

Bete juga ya 225 cc 80kpj...?

Mukhtarom Ali said...

jelas banget.. beli motor CC besar masak kalah ama Bebek..huhuhu..

btw sekarang dah bisa narik kenceng, cukup 130 KPJ.