About my Blog

But I must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising pain was born and I will give you a complete account of the system, and expound the actual teachings of the great explorer of the truth, the master-builder of human happiness. No one rejects, dislikes, or avoids pleasure itself, because it is pleasure, but because those who do not know how to pursue pleasure rationally encounter consequences that are extremely painful. Nor again is there anyone who loves or pursues or desires to obtain pain

59 tahun Jawa Pos, Paradigma baru????


Tepat 1 juli. Bersamaan dengan Ulang tahun Korps Baju Coklat. Jawa Pos berulang tahun ke 59. Usia yang sudah dianggap tidak muda lagi dalam Usia Media Cetak. Sudah 3 generasi berjalan di dalam tubuh Jawa Pos, namun begitu semangat orang-orang di dalamnya tetap masih muda. Seperti yang Azrul (wakil direktur/wartawan) tulis, dan setahu saya, Bu Nany Wijaya memang masih tampil funky, energik, selalu muda. Begitu pula dengan Pak Bos Dahlan, senyum selalu terkembang di wajah beliau yang masih terlihat muda. Apalagi karyawan-karyawannya yang masih umur 30an. Semangat muda selalu tampil di keseharian mereka. walaupun banyak diantara mereka yang punya sakit fisik parah akibat jiwa yang selalu muda tersebut. Benar-benar semangat yang mengalahkan kondisi fisik yang sebenarnya sudah K.O. (ini salah satu rahasia Loh...)

Dalam tulisannya, menyambut Ulang Tahun Jawa Pos, Azrul menulis bahwa jamannya koran cetak akan berakhir. Ya, itupun saya amini. Disaat harga kertas yang tidak lagi murah, harga BBM yang naik sehingga menambah beban semua karyawan yang harus selalu mobile, dan biaya kirim dari PT. Jawa Pos Ekspedisi mandiri (JPEM) yang naik 30 %. Membuat perkembangan Jawa Pos semakin berat. Disaat koran lain menurunkan harga, Jawa Pos berani menaikkan harga (pertama Maret kedua Juni).

Jika Azrul memperkirakan, bahwa paradigma perkembangan jasa berita atau news akan bergeser dari kertas ke web, maka tidak dengan paradigma jajaran direksi lain yang ada di dalamnya. OPlah, oplah dan Oplah. Kata itu yang selalu di kemukakan dalam rapat dengan jajaran Direksi.

Denga proyeksi yang setiap tahunnya mencapai 30 %, kami mati-matian agar koran Jawa Pos tersebut laku. Ada bermacam oplah yaitu Oplah cetak, Oplah jual yang berkaitan dengan omzet dan ada Oplah riil. Bisa saja oplah cetak tinggi, tapi oplah jual rendah karena banyak koran yang mangkrak tidak laku. Begitu pula oplah riil (netto) yang harus selalu dijaga, disesuaikan dengan target proyeksi kenaikan, omset, promo, dan komponen lainnya.

Dengan harga koran yang semakin naik, murahnya akses internet dan boomingnya media tv maka kemunduran perlahan media cetak mulai terasa. Ya, media koran, sekarang memasuki masa berbeda dengan saudaranya yang masih dalam level aman (untuk tabloid dan majalah).

Kompas, dalam kesehariannya mensubsidi banyak agar koran tersebut tetap terbit dan sampai di tangan pelanggan. Di Freeport papua, saya masih bisa menemukan koran tersebut. walau dalam perhitungan saya, biaya antar via pesawat pastilah sangat mahal untuk oplah yang cuma beberapa itu. Karena sudah tertanam branding yang kuat sekali, yaitu koran Kompas sudah sangat terkenal. Maka pilihan untuk saling mensubsidi antara cetak koran dan media lain ( dalam Kelompok Gramedia) menjadi pilihan.

Begitu pula yang akan dilakukan Jawa Pos. Tetapi dalam kenyataannya, Oplah tetap senjata ampuh untuk mendobrak kebekuan di divisi pemasaran. Jika diasumsikan, masyarakat kita mampu membeli di level harga Rp.2000,-, maka dengan harga Rp.3500,-. Maka hanya pelanggan fanatik dan yang punya uang lebih saja yang akan membeli. Koran 1 dibaca orang 1 kampung, bukan menjadi hal yang aneh. Disaat harga semakin menjerat leher, maka kebutuhan primerlah yang akan diutamakan. Jika memang harus dipaksakan, maka tugas kamilah sebagai team pemasaran untuk melakukan gebrakan-gebrakan agar Oplah naik sesuai bahkan melebihi proyeksi....
Wallahu'alam...

7 komentar:

ipam nugroho said...

met Ultah JP moga tetap menjadi korang yg edukatif dan tidak memihak siapapun..btw jgn lupakan senior2 dan pendirimu ya, spt P. The dan P. Eric Samola, tanpa beliau JP bukan jadi seperti ini..sukses

dee said...

wow lebih tua jauh dr Infobank ya (majalah tempat sy krj). smg Jawa Pos bs menampilkan berita yg lebih berkualitas..

Mukhtarom Ali said...

to Papapam:

Jelas kta tak akan melupakan para senior yang telah membangun JP sesukses sekarang...

To dee:

Makasih banyak....

Anonymous said...

waduh gimana daku yang di pers kampus ya. percetakannya juga udah naik nih... bingung mau terbit bagemana?huhuhu

-salam kenal, trims udah komen di blog daku :D

Mukhtarom Ali said...

To Raie:

Sebenarnya ini salah satu rahasia biar kita tetep Eksis. Saya bagi sayu yak!!!

Kalo Pers Kampus khan bisa maksa temen2 beli waktu daftar ulang pas semesteran. Biar tetep laku. Mau gak mau dengan kebijakan Dekan kayak gitu ada protes.

Tapi mau gimana lagi???

ntuk kedepan jangan khawatir, Orang seperti anda tetap akan dipakai kok. Cuma media informasinya aja yang kan berubah menjadi Elektronik (email, SMS, E Book, web de'el'el)
Jadi persiapkan diri anda untuk persaingan yang semakin keras da serba IT.

Ganbate!!! Sukses!!!!! Semangat!!!!!

Anonymous said...

ummm, tengkyu peri mach bang...
sekarang juga masih mendongkrak versi online nih, doaken sukes yo

Unknown said...

mau tanya ni...Oplah JP saat ini brp yaa?? thnks ni bwt penelitian UGM